Welcome Magenta

Jumat, 01 April 2011

ASKEP PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KELENJAR HIPOFISE : HIPERPITUITARI Dan HIPOPITUITARI

A. HIPERPITUITARI
1. Pengertian
Hiperpitutari: suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi hipofise sehingga menyebabkan peningkatan sekresi salah satu hormone atau lebih

2. Etiologi / Predisposisi
Penyebab dari hiperpituitari adalah akibat adanya tumor atau hiperplasi kelenjar hipofise.

3. Patofisiologi
Hiperfungsi kelenjar hipofise dapat terjadi dalam beberapa bentuk tergantung pada sel mana yang mengalami hiperfungsi. Biasanya kelenjar mengalami pembesaran, disebut adenoma makroskopik bila diameternya lebih dari 10 mm atau adenoma mikroskopik bila diameternya kurang dari 10 mm, yang terdiri dari satu jenis sel atau lebih.
Jenis-jenis tumor yang mungkin terjadi :
a. Prolaktinoma (adenoma laktotropin ) biasanya adalah tumor kecil, jinak yang terdiri atas sel-sel pensekresi prolaktin.
b. Adenoma somatotropik : terdiri dari sel-sel yang mensekresi hormon pertumbuhan.
c. Adenoma kortikotropik : terdiri dari sel-sel pensekresi ACTH

4. Manifestasi Klinik
Pada prolaktinoma gejala yang khas adalah sangat jelas pada wanita usia reproduktif dan dimana terjadi tidak menstrulasi (yang bersifat primer dan sekunder ), galaktorea (sekresi ASI diluar masa kehamilan dan menyusui ) dan infertilitas.
Pada adenoma somatotropik gejala klinik tergantung pada usia saat terjadi kondisi ini. Pada klien pre pubertas mengakibatkan pertumbuhan tulang-tulang memanjang sehingga mengakibatkan gigantisme. Pada klien post pubertas mengakibatkan akromegali yang ditandai dengan perbesaran ekstremitas ( jari, tangan kaki ), lidah, rahang, dan hidung. Organ –organ dalam juga turut membesar (mis : kardiomegali).

5. Penatalaksanaan
Hipofisektomi adalah tindakan pengangkatan adenoma hipofise melalui pembedahan. prosedur operasi tersebut mencakup tindakan tranpenoidal hiposektomi dengan narkose. Insisi pada lapisan dalam bibir atas masuk ke sella tursika melalui sinus spenoidalis. Yang kedua adalah tranfrontal kraniotomi yaitu dengan membuka rongga kranium melalui tulang frontal.

6. Pengkajian
a. Demografi
Kaji usia dan jenis kelamin pasien
b. Riwayat kesehatan
1). Keluhan utama
a). Perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta organ – organ tubuh.
b). Perubahan tingkat energi, kellelahan, letargi.
c). Nyeri pada punggung dan perasaan tidak nyaman.
d). Dispaneuria dan pada pria disertai dengan impotensi.
e). Nyeri kepala.
f). Gangguan penglihatan.
g). Perubahan siklus menstrulasi, libido menurun, impotensia.
2). Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan manifestasi klinis dari peningkatan hormone hipofise mulai dirasakan
3). Riwayat penyakit keluarga.
Adakah riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

c. Pemeriksaan fisik
1). Amati bentuk wajah, khas pada hipersekresi GH seperti bibir dan hidung besar, tulang supraorbita menjolok.
2). Kepala, tangan / lengan dan kaki juga bertambah besar, dagu menjorok ke depan.
3). Pemeriksaan ketajaman penglihatan akibat kompresi saraf optikus, akan dijumpai penurunan visus.
4). Amati perubahan pada persendian dimana klien mengeluh nyeri dan sulit bergerak. Pada pemeriksaan ditemukan mobilitas terbatas.
5). Pada palpasi abdomen, didapat hepatomegali dan splenomegali.
6). Hipertensi.
7). Pada perkusi dada dijumpai jantung membesar.

d. Pemeriksaan diag nostik mencakup :
1). Kadar prolaktin serum, ACTH, GH.
2). Foto tengkorak
3). CT scan otak, angiografi
4). Tes supresi dengan Dexametason, tes toleransi gukosa.

7. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
b. Difungsi seksual yang berhubungan dengan penurunan libido; infertilitas

8. Intevensi Keperawatan
a. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
1). Dorong klien agar mau mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap perubahan penampilan tubuhnya
2). Bantu klien mengidentifikasi kekuatannya serta segi-segi positif yang dapat di kembangkan oleh klien
3). Yakinkan klien bahwa sebagian gejala dapat berkurang dengan pengobatan (ginekomastia, galaktoria)
4). Dorong klien mengungkapkan perasaannya
5). Kolaborasi pemberi obat-obatan seperti: Bromokriptin (parladel). Merupakan obat pilihan pada klien prolaktin. Pada mikroadenoma, prolaktin dapat normal kembali. Juga diberikan pada klien dangan akromegali, untuk menguragi ukuran tumor. 

b. Identifikasi masalah spesifik yang berhubugan dengan pengalaman klien terhadap fungsi seksualnya.
1). Dorong agar klien mau mendiskusikan masalah tersebut dengan pasangannya.
2). Kolaborasi pemberian obat- oabatan Bromokriptin.
3). Bila masalah ini timbul setelah hipofisektomi, kolaborasi pemberian gonadotropin

B. HIPOPITUITARI
1. Pengertian
Hipopituitari adalah insufisiensi hipofisis akibat kerusakan lobus anterior kelenjar hipofise.(keperawatan medical bedah, hal :233)
Hipopituitari adalah penurunan atau tidak ada sekresi satu atau lebih hormone kelenjar hipofisis anterior. (standar perawatan pasien, hal :399 )

2. Etiologi
Faktor- faktor yang dapat menyebabkan hipopituitari diantaranya adalah :
a. sekunder dari tumor – tumor jinak atau ganas metastasik desak ruang.
b. Vaskuler. Perdarahan ke dalam adenoma hipofisis; infark post partum (sindrom seehan ); aneurisma arteri karotis.
c. Infiltrasi dan granuloma. Histiositosis, sarkoidosis, hemokromatosis.
d. Infeksi. Tuberculosis, pasca meningitis.
e. Traumatic. Setelah cedera kepala.
f. Sindrom sela tursika yang kosong. Primer atau sekunder dari infark tumor hipofisis.
g. Hipopituitari idiopatik
h. Defek congenital seperti pada dwarfisme pituitary /hipogonadisme.

3. Patofisiologi
Penyebab hipofungsi hipofise dapat bersifat primer dan sekunder. Primer bila gangguannya terdapat pada kelenjar hipofise itu sendiri, dan sekunder bila gangguan terdapat pada hipotalamus.
Jenis dari hipo pituitary diantaranya adalah :
a. Panhipopituitarisme. Pada orang dewasa dikenal sebagai penyakit simmonds.
b. Diabetes insipidus ditandai dengan kurangnya ADH sekunder terhadap lesi yang menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau hipofise posterior.

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik tergantung pada patologi dasarnya . kelelahan , depresi, anemia umum ditemukan dan tidak spesifik. Gambaran lain bergantung pada derajat defisiensi endokrin antara lain amenore, impotensi, serta gejala dan tanda hipotiroidisme bersama kehilangan rambut tubuh generalisata dan hipotensi.klien dapat pula mengalami intoleransi terhadap dingin, nafsu makan buruk, penurunan berat badan. Pada diabetes insipidus mengeluarkan urine hipotonik dalam jumlah yang besar (5-6 liter/hari).

5. Penatalaksanaan.
Atasi penyakit dasarnya. Terapi pengganti yang sesuai dengan tiroksin 50-200 mg perhari, hidrokortison 10-30 mg perhari , estgrogen dan antrogen khususnya pada pasien di bawah usia 50 tahun. Terapi dengan hormone pertumbuhan (manusia atau sintetik) diindikasikan pada kasus cebol. Semprot hidung desmopressin pada diabetes insipidus: kadang cukup dengan pemberian klorpropamid peroral pada kasus-kasus ringan.

6. Pengkajian.
a. Demografi
kaji usia dan jenis kelamin pasien.
b. Riwayat kesehatan.
1. Keluhan utama
pertumbuhan lambat , ukuran otot dan tulang kecil, tanda-tanda sekse sekunder tidak berkembang, infertilitas, impotensi, libodo menurun.
2. Riwayat penyakit sekarang
sejak kapan keluhan dirasakan. Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa pra remaja.
Apakah keluhan dirasakan sejak lahir ?
3. Riwayat penyakit dahulu.
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.

c. Pemeriksaan fisik.
1. Amati bentuk,dan ukuran tubuh, ukur berat badan dan tinggi badan , amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut aksila dan pubis dan pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut di wajah.
2. Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.

d. Pemeriksaan penunjang.
1. Foto kranium untuk melihat adanya pelebaran atau erosi sella tursika.
2. Pemeriksaan serum darah; LH dan FSH, GH< prolaktin kortisol, aldosteron, testosterone, androgen, test stimulasi yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid realizing hormon.

7. Diagnosa Keperawatan.
a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam kemampuan dan karakteristik fisik
b. Gangguan pola seksualitas behubungan dengan defisiensi hormonal.

8. Intervensi Keperawatan.
a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam kemampuan dan karakteristik fisik
1. Berikan dorongan untuk mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan perubahan fisik
2. Bantu pasien dalam mengembangkan mekanisme koping untuk mengatasi perubahan.
3. Berikan pada klien kualitas yang memberikan efek positif pada citra tubuh.
4. Jawab pertanyaan dan klarifikasi salah pengertian mengenai diagnosis dan perubahan permanent atau regresi permanent.
5. Peragakan penerimaan pasien dan berikan dorongan orang lain untuk melakukan hal yang sama.
6. Berikan penekanan perilaku yang memperlihatkan penerimaan terhadap perubahan.

b. Gangguan pola seksualitas yang berhubungan dangan defisiensi hormonal
1. Pertahankan privasi dan kerahasian.
2. Gali dengan pasien dan/atau orang terdekat pola seksual yang biasa dan bagai mana diagnosa terahir dapat mempengaruhi pola tersebut
3. Berikan dorongan pada pasien dan/atau orang terdekat untuk menggali arternatif dari pola biasa dan mempertimbangkan keterbatasan karena penyakit
4. Berikan rujukan pada personal yang berkepentingan bila pasien menginginkannya
5. Gali bersama pasien dan/orang terdekat alternatif untuk menjadi orang tua bila memungkinkan.

DAFTAR PUSTAKA
Boughman, Diane C, JoAnn c Hackley.2000. Keperawatan Medical Bedah : Buku Saku Untuk Perawat Brunner & Sudarth. Jakarta : EGC.
Rumahoro, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : EGC.
Tucker , Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosa, dan Evaluasi. Jakarta : EGC.
Wise, Peter H. 1993. Atlas Bantu Endokrinologi. Jakarta : Hipokrates.
www. Google. com

ASKEP Klien Dengan Tumor Otak

A. Pengertian
Tumor otak merupakan pertumbuhan abnormal dari perkembangan asal, primer, metastatik, yang terjadi di dalam otak atau struktur penyokong. Tumor otak atau tumor intracranial dapat diartikan sebagai neoplasma atau proses desak ruang ( space occupying lession ) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial. Di dalam hal ini mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningens, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.
Selain pengertian di atas, tumor otak juga mempunyai definisi sebagai neoplasma intracranial local. Tumor dapat timbul di setiap jaringan system saraf pusat (SSP) atau metastase dari tumor di tempat lain pada tubuh.Tumor otak merupakan lesi yang terletak pada intracranial yang menempati ruang di dalam tengkorak.
Klasifikasi tumor otak berkaitan dengan gradasi keganasan, meliputi :
- Grade I : deferensiasi sel 75-100 %
- Grade II : deferensiasi 50-75 %
- Grade III : deferensiasi 25-50 %
- Grade IV : deferensiasi 0-25 %
Jenis tumor otak pada lokasi spesifik, meliputi :
- Tumor pada system ventrikel
- Tumor pada daerah thalamus
- Tumor pada khiasma/Sella Tursika
- Tumor pada daerah pineal/epifise
- Tumor batang otak
- Tumor daerah serebelum
- Tumor congenital
- Tumor metastasis pada otak
- Granuloma

B. Etiologi
Neoplasma terjadi akibat dari kompresi dan infiltrasi jaringan. Tumor-tumor selalu tumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk ke dalam jaringan. Akibat perubahan fisik bervariasi, yang menyebabkan beberapa atau semua kejadian patofisiologi sebagai berikut :
- Peningkatan tekanan intracranial (TIK) dan edema serebral.
- Aktivitas kejang dan tanda-tanda neurologist vocal.
- Hidrosefalus
- Gangguan fungsi hipofisis.
Tumor-tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20 % dari semua penyebab kematian karena kanker, dimana sekitar 20 % sampai 40 % dari semua kanker pasien mengalami metastase ke otak dari tempat lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar system saraf pusat tetapi jejas metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran gastrointestinal bagian bawah, pancreas, ginjal dan kulit ( melanoma ).
Pada usia dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia ( sel glia membuat struktur dan mendukung sistem otak dan medulla spinalis ) dan merupakan supratentorial ( terletak di atas penutup serebelum ). Jejas neoplastik di dalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital, seperti pernafasan atau adanya peningkatan TIK.

C. Patofisiologi
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intra cranial.
Gangguan fokal terjadi akibat tedapat penekanan pada jaringan otak dan ilfiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Peningkatan tekanan intra cranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalah tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Peningkatan TIK akan membahayakan jiwa apabila terjadi dengan cepat.

D. Manifestasi Klinik
Tumor otak menunjukkan manifestasi klinis yang tersebar bila tumor ini menyebabkan peningkatan TIK serta tanda dan gejala lokal sebagai akibat tumor yang mengganggu bagian spesifik dari otak.
Secara umum presentasi klinis pada kebanyakan kasus tumor otak merupakan manifestasi dari peninggian tekanan intracranial, namun sebaliknya gejala neurologis yang bersifat progresif, walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan intracranial, perlu dicurigai adanya tumor otak.
Gejala yang biasanya banyak terjadi akibat tekanan ini adalah sakit kepala, muntah, papilema ( “choked disc” atau edema saraf optic ), perubahan kepribadian dan adanya variasi penurunan vocal motorik, sensorik dan disfungsi saraf kranial. Selain itu juga dapat muncul gangguan memori dan gangguan alam perasaan.

E. Penatalaksanaan
Modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup tindakan-tindakan :
1. Terapi operatif
Tindakan operasi pada tumor otak ( khususnya yang ganas) bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi internal mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak dapat diberikan secara terus-menerus.
2. Terapi konservatif ( nonoperatif ) :
- Radioterapi
Radioterapi untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan menggunakan sinar X dan sinar gamma, disamping juga radiasi lainnya seperti : proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson. Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh beberapa factor :
a. Terapi yang baik dan tuidak melukai struktur kritis lainnya,
b. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal,
c. Tipe sinar yang disinar,
d. Metastasis yang ada,
e. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
f. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antarfraksi radiasi.
- Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali.
- Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi immunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan restorasi system imun dapat menekan pertumbuhan tumor.

F. Pengkajian Fokus
1. Demografi: nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, golongan darah, alamat dll.
2. Riwayat kesehatan:
a. Keluhan utama : sakit kepala pagi hari, anoreksia, nyeri, diare, muntah, papiladema, perubahan status mental dan malaise.
b. Riwayat kesehatan sekarang : kejang, gangguan berjalan, keburukan penglihatan, perubahan kepribadian, perubahan kemampuan mengingat, kelemahan vokal dan afasia
c. Riwayat dahulu : masalah pernapasan, masalah eliminasi dan berkemih, gangguan tidur dan integritas kulit.
3. Pemeriksaan fisik :
a. Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/kehilangan memori, afek tidak sesuai, berdesis.
b. Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur.
c. Pendengaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
d. Jantung : bradikardi, hipertensi.
e. Sistem pernapasan : irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan napas, disfungsi neuromuskuler.
f. Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus.
g. Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial sekunder terhadap tumor.
2. Potensial terhadap defisit perawatan diri hygiene, makan, toileting, dan/atau mobilitas berhubungan dengan gangguan persepsi, kognitif, dan/atau neurologist.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan edema sekitar tumor
4. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah.

H. Intervensi Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial sekunder terhadap tumor.
Intervensi :
a. Dapatkan dan catat riwayat dari tanda dan gejala, pantau tanda kemajuan.
b. Kaji tanda kesadaran tiap 4 sampai 5 jam ( gunakan skala Glasgow untuk pengkajian cepat )
c. Kaji kualitas dan kekuatan otot-otot wajah dan ekstremitas setiap 4 sampai 5 jam.
d. Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan, dan lakukan pemeriksaan neurologi setiap 2 sampai 4 jam.
e. Pantau terhadap dan lakukan tindakan ketika terjadi tanda peningkatan intracranial.
f. Pertahankan tindakan kewaspadaan kejang.
g. Gunakan pagar tempat tidur dengan bantalan.
h. Gunakan restrain yang lembut.
i. Pertahankan lingkungan yang tenang.
j. Periksa suhu rectal setiap 2 sampai 4 jam.
k. Berikan obat-obatan sesuai pesanan.
l. Pantau terhadap tanda perubahan mental dan kepribadian.
Hasil yang diharapkan :
- Pasien memperlihatkan peningkatan atau perfusi jaringan serebral menjadi normal.
- Tanda neurologist dalam batas yang dapat diterima.
- Pasien berorientasi dan sadar.
- Tidak terdapat tanda TIK.

2. Potensial terhadap deficit perawatan diri : hygiene, makan, toileting, dan/atau mobilitas berhubungan dengan gangguan persepsi, kognitif, dan/atau neurologis.
Intervensi :
a. Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas : mandi, makan, toileting, dan mobilitas.
b. Pantau terhadap tanda ketidakmampuan progresif.
c. Bantu saat melakukan perawatan hygiene fisik sesuai indikasi.
d. Lakukan hygiene oral.
e. Lakukan perawatan kulit.
f. Biasakan pasien dengan lingkungan sekitar bila pandangan mata dan/atau lapang pandang mengalami gangguan .
g. Pastikan terhadap eliminasi.
h. Gunakan kateter indwelling atau kateter kateter eksternal sesuai indikasi.
i. Lakukan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan.
j. Pastikan pasien menghindari konstipasi dan mengejan dengan menggunakan pelunak feses dan laksatif ringan.
k. Ambulasi sesuai toleransi ; Bantu sesuai kebutuhan dengan menggunakan kursi roda, alat bantu jalan, atau tongkat.
l. Bila pasien tidak mampu untuk ambulasi, Bantu dan ajarkan pasien untuk berbalik, batuk, dan nafas dalam setiap 2 jam.
m. Tinggikan kepala tempat tidur 30 sampai 45 derajat.
n. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif pada semua ekstremitas setiap 4 sampai 5 jam.
Hasil yang diharapkan :
Kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan edema sekitar tumor.
Intervensi:
a. Berikan ruang yang tenang, ruang yang agak gelap sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sesnsitivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat / relaksasi.
b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting.
Rasional: menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
c. Letakkan kantung es pada kepala, akan dingin di atas mata.
Rasional: meningkatkan vasokonstriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan nyeri.
d. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman.
Rasional: menurunkan adanya iritasi, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut.
Hasil yang diharapkan:
Nyeri hilang / terkontrol
Klien rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktifitas dengan tepat.

4. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah
Intervensi:
a. Tingkatkan intake makanan melalui:
i. Mengurangi gangguan dan lingkungan seperti berbisik dan sebagainya.
ii. Jaga privasi klien.
iii. Jaga kebersihan ruangan.
Rasional: secara khusus untuk meningkatkan nafsu makan.
b. Jaga kebersihan mulut klien.
Rasional: mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

c. Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional: mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
d. Berikan feedback yang positif tentang peningkatan intake berat badan
Rasional: meningkatkan kepercayaan untuk meningkatkan makan
Hasil yang diharapkan:
Terjadi peningkatan BB sesuai batasan waktu
Peningkatan status gizi

DAFTAR PUSTAKA

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A., Loraine M Wilson. 1995. Patofisiologi, konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC
Satyanegara. 1998. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & suddarth. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin . 1998. Standar Perawatan Pasien : proses perawatan, diagnosis,dan evaluasi. Jakarta : EGC
www.google.com copyright© www.medicastore.com 2004_tumor otak

Komunikasi Dalam Keperawatan

PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih saying / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah
terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

A. PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI
    Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik. Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal. Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.  

    1. Komunikasi Verbal
    Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat
    seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi Verbal yang efektif harus:
    a. Jelas dan ringkas
    Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
    Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”
    b. Perbendaharaan Kata
    Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.
    c. Arti denotatif dan konotatif
    Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
    d. Selaan dan kesempatan berbicara
    Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
    e. Waktu dan relevansi
    Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
    f. Humor
    Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

    2. Komunikasi Non-Verbal
    Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:
    1. Metakomunikasi
    Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.
    2. Penampilan Personal
    Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.
    3. Intonasi (Nada Suara)
    Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
    4. Ekspresi wajah
    Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
    5. Sikap tubuh dan langkah
    Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.
    6. Sentuhan
    Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati. 

    B. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT
    Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri. Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian. 

    C. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
        Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:
        1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
        Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan:
        a. Pandang klien ketika sedang bicara
        b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
        mendengarkan.
        c. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki
        atau tangan.
        d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
        e. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan
        umpan balik.
        f. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
        2. Menunjukkan penerimaan
        Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang
        a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
        b. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
        c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
        d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien.
        Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang anda ucapkan.” (cocok 1987)
        3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
        Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.
        4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
        Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ono, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
        Contoh: - K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”
        - P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”
        5. Klarifikasi
        Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
        Contoh: - “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”
        - “ Apa yang katakan tadi adalah…….”
        6. Memfokuskan
        Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
        Contoh: “ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.
        7. Menyampaikan hasil observasi
        Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
        Contoh: - “ Anda tampak cemas”.
        - “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”
        8. Menawarkan informasi
        Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
        9. Diam
        Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .
        10. Meringkas
        Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
        Contoh: - “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”
        11. Memberikan penghargaan
        Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”. Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian.”
        Contoh: - “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”
        - “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.
        Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan akrab.
        12. Menawarkan diri
        Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
        Contoh: - “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”
        13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
        Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topic pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
        Contoh: - “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
        - “ Apakah yang sedang saudara pikirkan?”
        - “ Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”
        14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
        Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan
        Contoh: - “…..teruskan…..!”
        - “…..dan kemudian….?
        - “ Ceritakan kepada saya tentang itu….”
        15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya. Contoh: - “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.
        - “Kapan kejadian tersebut terjadi”.
        16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya
        Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.
        Contoh: - “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan
        dioperasi”
        - “Apa yang sedang terjadi”.
        17. Refleksi
        “Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
        Contoh: K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”
        P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”
        K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.
        P: “Ini menyebabkan anda marah”.

        Dimensi tindakan
        Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif.
        1. Konfrontasi
        Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi
        yaitu:
        a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien)
        b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
        c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat
        Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.
        2. Kesegeraan
        Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
        3. Keterbukaan perawat
        Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien
        4. Katarsis emosional
        Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
        5. Bermain peran
        Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.

        KESIMPULAN
        Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
        Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

        DAFTAR RUJUKAN PUSTAKA
        Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan
        Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major
        medical centers. Ann Intern Med 104, (3):410
        Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered
        nursing. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
        Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and
        Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book
        Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition.
        St.Louis: Mosby Year Book
        Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St.
        Louis: Mosby Year Book
        Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology
        nursing 14 (1):20, 1988